Sentralinfo.com, Jambi – Setelah polemik tunjangan rumah anggota DPR RI sebesar Rp50 juta yang akhirnya dibatalkan, kini perhatian publik beralih ke DPRD DKI Jakarta. Sorotan tajam muncul setelah terungkap adanya tunjangan perumahan bagi anggota DPRD DKI senilai Rp70,4 juta per bulan dan Rp78,8 juta per bulan untuk pimpinan DPRD, sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022.

Kebijakan ini menjadi kontroversi lantaran nilai tunjangan dinilai terlalu tinggi di tengah desakan efisiensi anggaran dan krisis kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.

Dasar Hukum dan Peran Gubernur Saat Itu

Penetapan tunjangan rumah DPRD DKI Jakarta ini merujuk pada PP No. 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Pasal 17 PP tersebut memberi kewenangan kepala daerah untuk menetapkan besaran tunjangan berdasarkan standar harga rumah di wilayahnya.

Sebagai tindak lanjut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada tahun 2022 menandatangani Kepgub 415/2022. Dokumen ini mengatur secara rinci nilai tunjangan, pembiayaan melalui APBD, dan mekanisme administratifnya. Namun, implementasi tunjangan tetap harus melalui pembahasan dan persetujuan APBD setiap tahun.

Langkah ini, menurut pejabat Pemprov DKI saat itu, dilakukan untuk menyesuaikan besaran tunjangan dengan harga properti di Jakarta, yang dikenal sebagai kota dengan harga rumah tertinggi di Indonesia.

Respons DPRD DKI: Belum Final dan Akan Dievaluasi

Meski Kepgub sudah berlaku sejak 2022, Wakil Ketua DPRD DKI Ima Mahdiah menegaskan bahwa kebijakan tersebut belum final.

“Lihat saja. Masih dalam pembahasan ke depan ya,” ujarnya di Balai Kota Jakarta, Kamis (4/9/2025).

Pimpinan DPRD lainnya, Basri Baco, menyebut seluruh fraksi sepakat mengevaluasi tunjangan tersebut agar disesuaikan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kondisi ekonomi masyarakat.

Aksi Mahasiswa dan Tuntutan Transparansi

Isu tunjangan DPRD DKI ini memicu aksi protes dari mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI). Mereka menggelar aksi di depan Gedung DPRD DKI, menuntut transparansi penggunaan anggaran dan audit menyeluruh terhadap BUMD DKI.

“Kami menolak pemborosan anggaran. Tunjangan harus rasional, sementara kebutuhan masyarakat banyak yang belum terpenuhi,” tegas salah satu orator aksi, Kamis (4/9/25).

Kontras dengan DPR RI yang Sudah Hentikan Tunjangan

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan penghentian tunjangan rumah anggota DPR pusat per 31 Agustus 2025. DPR juga menerapkan moratorium kunjungan luar negeri dan efisiensi perjalanan dinas di dalam negeri.

“Kami sudah evaluasi secara menyeluruh. Tunjangan perumahan resmi dihentikan,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta (3/9/25).

Keputusan DPR RI ini memperkuat desakan agar DPRD DKI Jakarta mengambil langkah serupa, atau setidaknya meninjau ulang besaran tunjangan yang berlaku.

Sorotan Publik dan Masa Depan Kebijakan

Kebijakan tunjangan rumah DPRD DKI Jakarta yang berlandaskan regulasi nasional dan ditandatangani pada masa Gubernur Anies Baswedan kini menjadi ujian transparansi dan akuntabilitas. Di tengah sorotan publik, DPRD DKI berjanji melakukan evaluasi untuk menyeimbangkan hak pejabat dan kepentingan masyarakat.

Meski demikian, nasib tunjangan fantastis ini masih akan ditentukan dalam pembahasan APBD mendatang, yang diharapkan bisa mencerminkan efisiensi anggaran dan prioritas pelayanan publik

Sumber Valid: Detik, Suara, Kumparan, Antara, Tirto.