Sentralinfo.com, Jambi – Ketika kondisi ekonomi nasional kian menghimpit, DPR justru menambah luka masyarakat dengan menyetujui kenaikan gaji dan tunjangan anggotanya. Nominal yang melonjak drastis itu terasa ironis, sebab rakyat sedang bergelut dengan harga-harga kebutuhan yang terus naik, subsidi yang semakin berkurang, dan pajak yang semakin membebani. Kebijakan ini menjadi bukti nyata bahwa DPR kian terputus dari denyut kehidupan rakyat kecil.

Kontroversi mencuat ketika seorang anggota DPR Komisi XI menyatakan bahwa “kenaikan tunjangan merupakan penghargaan atas kerja legislator yang berat, dan tidak pantas dibandingkan dengan pekerjaan buruh atau pengemudi ojek online.” Pernyataan yang beraroma angkuh ini menegaskan betapa jauhnya elite politik dari kehidupan rakyat serta memperlihatkan secara gamblang ketidakadilan sosial yang kian menganga. terlebih lagi saat ini harga kebutuhan pokok yang cenderung naik serta kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diberbagai daerah membuat masyarakat kelas menengah kebawah semakin tertekan.

Ketidakpuasan publik akhirnya meledak dalam bentuk demonstrasi di berbagai kota, termasuk Jakarta. Puncaknya terjadi pada Agustus 2025, ketika aksi besar-besaran digelar sebagai luapan kekecewaan rakyat terhadap DPR dan pemerintah yang dianggap gagal menjalankan amanat rakyat. Salah satu isu sentral adalah kenaikan tunjangan DPR yang dipandang sangat tidak pantas dan menyinggung hati rakyat kecil.

Kemarahan itu kian memuncak setelah tragedi menimpa Affan, seorang driver ojek online, yang tewas terlindas mobil taktis Brimob saat demonstrasi berlangsung. Kejadian tersebut menjadi simbol nyata betapa mahalnya harga perjuangan rakyat.

Affan bukan sekadar korban, melainkan representasi rakyat sederhana yang dikorbankan demi melanggengkan status quo. Aparat keamanan yang seharusnya melindungi masyarakat justru diposisikan sebagai alat represif negara, menindas mereka yang bersuara. Namun, kritik tidak bisa berhenti pada level aparat saja.

Aparat hanyalah perpanjangan tangan dari sebuah sistem politik yang rusak dan menindas. Akar persoalannya ada pada DPR, lembaga yang semestinya memperjuangkan aspirasi rakyat, tetapi kini justru identik dengan pengkhianatan, korupsi, serta abai terhadap realitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, Pengurus Pusat Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (PP-ISMEI) periode 2025-2027 menginstruksikan kepada seluruh Koordinator Wilayah ISMEI dan seluruh Ketua BEM/DEMA/SEMA/DPM/LEM se-Indonesia untuk melakukan aksi demonstrasi secara nasional pada hari senin tanggal 1 September 2025 dengan tuntutan sebagai berikut:

1. Mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian yang menyebabkan tewasnya Affan dan berbagai kekerasan lain terhadap massa aksi. Kami menuntut proses hukum yang transparan terhadap pelaku kekerasan dan penindasan rakyat.

2. ⁠Menuntut pencopotan Kapolri atas kegagalannya menjaga netralitas, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta membiarkan aparatnya menjadi alat penindas rakyat.

3. ⁠Mendesak pembatalan kenaikan tunjangan dan gaji DPR yang tidak sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi rakyat Indonesia saat ini.

4. ⁠Menuntut audit dan transparansi terhadap seluruh anggaran DPR yang selama ini terkesan ditutupi dan tidak mencerminkan asas keadilan anggaran negara.

5. Menyerukan penghapusan DPR dalam bentuk reformasi total sistem perwakilan rakyat, untuk membentuk lembaga legislatif yang benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan elit politik.

6. ⁠Mendorong gerakan rakyat dan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk tetap fokus pada akar persoalan, dan tidak teralihkan oleh isu-isu pengalihan yang digunakan oleh penguasa untuk meredam gelombang protes.

ISMEI menegaskan bahwa akan selalu berdiri di garda depan bersama rakyat, mengawal setiap persoalan hingga tuntas, tanpa gentar menghadapi siapapun yang mencoba mengkhianati amanah konstitusi.