​Sentralinfo.com, Jambi – Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup Indonesia Kawasan Laut Hutan dan Industri (LPLHI-KLHI) menuntut kejelasan dari pemerintah terkait hak kelola lahan di kawasan hutan. Tuntutan ini fokus pada lahan seluas 4.200 hektar, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Asal-usul Lahan

​Menurut informasi yang diterima, lahan tersebut menjadi subjek berita acara tukar-menukar antara Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada 21 Juni 2008. Berdasarkan kesepakatan itu, Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas ±4.200 hektar diubah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL), sementara APL seluas ±48.456 hektar ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Produksi Tetap.

Konflik Internal dan Manfaat Masyarakat

​Dari total 4.200 hektar lahan yang disepakati, baru sekitar 1.800 hektar yang memiliki Surat Keputusan (SK). Sisa lahan seluas ±2.400 hektar lainnya masih belum jelas statusnya.

​Bahkan lahan yang telah memiliki SK pun, yakni seluas 1.800 hektar, masih menghadapi konflik internal. Akibatnya, anggota Koperasi Kotalu yang seharusnya mendapatkan manfaat dari izin kelola ini, hingga saat ini belum merasakan keuntungan apa pun.

​Robert Samosir dari LPLHI-KLHI menekankan bahwa Kementerian Kehutanan harus mengkaji ulang seluruh izin yang telah diterbitkan dan yang sedang diajukan. Ia menilai bahwa jika izin tersebut tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, maka pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan terkait lahan tersebut.