Sentralinfo.com, Jakarta – Anggaran riset nasional Indonesia terus menjadi sorotan publik setelah dilaporkan mengalami penurunan tajam. Jika pada 2017 anggaran riset masih tercatat sekitar Rp 24,9 triliun atau setara 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), kini alokasinya menyusut drastis hingga hanya Rp 2,2 triliun pada 2023, atau sekitar 0,01 persen dari PDB (Merdeka).
Penurunan ini dinilai sebagai ancaman nyata bagi visi Indonesia Emas 2045, yang menargetkan Indonesia menjadi negara maju tepat satu abad setelah kemerdekaan.
“Negara-negara maju justru mengalokasikan belanja riset lebih dari 2 persen PDB. Singapura menempatkan sekitar 1,8 persen, Malaysia 0,95 persen, sedangkan Indonesia justru mengalami penurunan,” kata seorang pengamat kebijakan publik sebagaimana dikutip Antara.
Akademisi Universitas Airlangga, Rossanto Dwi Handoyo, menambahkan bahwa belanja riset Indonesia masih jauh di bawah standar global. “Kalau ingin menjadi negara dengan ekonomi kuat, riset harus ditingkatkan. Dengan 0,2 persen saja kita sudah tertinggal, apalagi jika benar menurun ke 0,01 persen,” ujarnya dalam wawancara dengan Detik.
Minimnya anggaran riset dikhawatirkan akan mempersulit Indonesia dalam menghasilkan inovasi, memperkuat daya saing, hingga menjawab tantangan global seperti transformasi digital, ketahanan pangan, dan energi terbarukan.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sendiri sebelumnya menyebut anggaran ideal riset setidaknya 1 persen dari PDB agar riset Indonesia mampu bersaing di tingkat regional maupun global (Antara).
Dengan kondisi saat ini, banyak pihak menilai bahwa visi Indonesia Emas berisiko hanya menjadi slogan jika pemerintah tidak segera melakukan koreksi kebijakan. Dukungan nyata terhadap penelitian dan inovasi diyakini menjadi kunci untuk mewujudkan masa depan bangsa yang berdaya saing.